Tapi Tak Sedingin Sikapmu Padaku
“ayuh keluar bentar” ajak temanku.
“kemana?” aku balik bertanya.
“gatau. Menurutmu kemana?” dia menanggapi
Posisiku sekarang sedang berada di rumah temanku yang jauh dari lingkunganku yang biasanya. Maka dari itu sedikit bodoh ketika pertanyaan diatas dibaca. Temanku yang satu ini memang sedikit sontoloyo tapi juga pintar mengambil peluang. Dari namanya saja mempunyai makna orang yang beruntung.
“yaudah duduk didepan rumah aja wis” aku memberikan solusi.
Kami beranjak keluar rumah dan menyulut rokok. Rasa dingin mulai menyelimuti karena kami sedang berada di daerah pegunungan. Di depan rumah kami melihat ibu-ibu sedang membersihkan ginseng karena memang ada sebuah perusahaan yang mengelola ginseng namun hanya sebagai tempat penampungan yang nantinya akan dikirim lagi kedaerah lain sebelum diekspor keluar negri.
“lah itu kan perusahaannya pake tanah desa ini untuk menanam ginseng lah trus masyarakat desa sini dapetnya apa?” tanyaku membuka pembicaraan
“ya itu, desa mendapatkan pembayaran dari perusahaan beberapa persen. Lalu masyarakat disini yang ingin ikut mendapatkan tambahan uang ya mungkin buat jajan anak-anaknya atau sekedar membeli kebutuhan dapur bekerja disini namun tidak dibebaskan ada regulasinya.” Jawab dengan lancar. Inilah sosok manusia berkumis tinggi dan berbadan tegap serta berisi kalau sudah ngomong hal yang dia tahu kaya burung murai, nyerocos terus sulit distop.
“oh begitu,  ya lumayan juga buat nambahin uang jajan anaknya. Tapi bukan sebagai pekerjaan utama kan jelasnya. ?”
“ya bukanlah. Ga akan mencukupi kebutuhan kalau itu dijadikan pekerjaan utama”
Kami duduk diatas batu yang digunakan untuk menahan pasir sebagai material pembangun rumah. Embun mulai menyelimuti dan suasana sangat sepi. Ibu-ibu tadi mulai beranjak pulang bersama sama sembari mengobrol yang menimbulkan tawa. Melihatnya saja aku dapat merasakan kebahagiaan yang rasakan serta rasa persaudaraan yang kuat diantara mereka.
“lah ini mau dibangun ruko ?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“iya, kata bapaku memang mau dibuat ruko untuk usaha anak-anaknya maupun usahanya sendiri. Aku juga sudah berpikiran akan meminta satu untuk usahaku sendiri kalau sampai nantinya tidak bekerja diperusahaan.” Tanggapnya
“mantap, bapakmu memang orangnya pekerja keras kalau aku melihat. Subuh dia bangun udah pake sepatu blong, Sarungan udah mulai ngerjain ini dan itu.”
“ya memang seperti itulah bapaku. Kalau sampai aku tidak bangun ketika subuh atau bangunnya kesiangan ya sudah habis kena omong”
Aku tertawa kecil dan berpikir. Ada 2 kemungkinan kenapa marah melihat dari sifatnya yang pekerja keras. Yang pertama sebagai umat islam sholat subuh adalah sebuah kewajiban namun disisi lain ketika subuh telah bangun juga memberikan pelatihan agar disiplin. Banyak orang berkata bangun siang rejeki bakal dipatok ayam. Memang seperti itu adanya, modern ini persaingan sangatlah ketat. Maka orang tua sebenarnya perlu melakukan terapi-terapi terhadap anaknya. Untuk mengajarkan bahwa hidup ini keras. Bahwa hidup ini adalah ujian. Bahwa hidup adalah sebuah pilihan.
Banyak aku temui ketika menginap ditempat salah satu temanku ada orang tua yang membangunkan ketika matahari sudah siap memanaskan bumi ini ada juga yang membiarkan. Bagi diriku yang memang telah diberikan pelajaran pentingnya bangun pagi maka aku merasakan keanehan ketika ada orang tua yang membiarkan anaknya ketika pagi belum bangun. Ada hal kecil yang bisa dilakukan oleh sebuah keluarga kecil ketika semuanya bangun pagi bersama-sama. Untuk yang beragama islam bisa melakukan ibadah secara berjamaah dan mungkin untuk yang beragama lain bisa duduk bersama untuk sarapan atau mungkin minum kopi atau teh bersama. Hal yang cukup sederhana sebenarnya namun mampu meningkatkan ikatan emosional dalam sebuah keluarga. 
Malam semakin larut. Embun didaerah pegunungan mulai menutupi jarak pandang kami dan hawa dingin mulai merambat masuk ke tulang.
“ayo masuk, dingin, tapi tak sedingin sikapmu padaku” ungkapnya mengajaku masuk sembari memberikan senyum khasnya.
“ahaha, ya ayo.” Kataku sembari menginjak putung rokok dan tersenyum.

Komentar