Tanggung Jawab Siapa Tindakan Bullying?
 
“Apa yang dilakukan sekolah atau orangtua jika terjadi bullying? Bagaimana kita menyikapi anak-anak agar tidak trauma atau balas dendam, itu juga menjadi catatan penting. Ini memang berat tapi kita harus lakukan bersama-sama.” Kalimat diatas merupakan kutipan yang disampaikan Retno Listyarti Komisioner KPAI pada saat diskusi bertajuk “Stop Bullying di Sekolah” yang diselenggarakan di Kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Bullying merupakan sebuah tindakan yang dapat memicu kepada tindakan kekerasan. Menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan setidaknya terdapat empat jenis tindakan kekerasan yang pertama tindakan kekerasan fisik jenis kekerasn ini merupakan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, luka berat. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Yang ketiga kekerasan seksual adalah jenis kekerasan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu, dan keempat penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, tanpa memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Dengan satu catatan semuanya dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang pantas atau perbuatan yang melewati batas yang diizinkan.
            Sebagai salah satu contohnya ketik seorang dokter melakukan sebuah operasi terhadap pasien. Maka rasa sakit yang ditimbulkan akibat tindakan dokter tersebut bukanlah termasuk kedalam tindak kekerasan. Tapi berbeda kisahnya apabila terdpat tindakan tidak lazim yang dilakukan oleh dokter tersebut walaupun masuk kedalam proses operasi maka dimungkinkan tindakan tersebut masuk kedalam tindakan kekerasan, penganiayaan. Begitu pula dengan hukuman yang diberikan oleh orang tua terhdadap anaknya yang melakukan kesalahan dalam rangka mendidik. Selama tindakan masuk kedalam batas wajar maka tidak masuk kedalam bentuk penganiayaan
            Dari keempat jenis kekerasan menurut Undang-Undang maka bullying masuk kedalam tindak kekerasan jenis kedua yaitu tindak kekerasan psikis dimana secara lebih jauh dapat menghancurkan mental seseorang yang bisa berakibat kegilaan dan hilangnya nyawa. Dari penelitian yang dilakukan di lingkungan sekolah sebagai salah satu contohnya Mazzola (2003) melakukan survey tentang bullying (tindak kekerasan) di sekolah. Hasil survey memperoleh temuan bahwa sekitar 160.000 siswa setiap hari mendapatkan tindakan bullying di sekolah, 1 dari 3 usia responden yang ditelititi (siswa pada usia 18 tahun) pernah mendapat tindakan kekerasan, 75-80% siswa pernah mengamati tindak kekerasan, 15-35% siswa adalah korban kekerasan dari tindak kekerasan maya (cyber-bullying). Sungguh memprihatinkan memang melihat kondisi diatas dimana mayoritas siswa hanya bisa melihat tindakan bullying dan tidak bisa menghentikan ataupun mencegah tindakan tersebut. Karena biasanya siswa akan berpikir jika membantu maka akan menjadi korban bullying selanjutnya bahkan bisa berakhir dengan tindakan kekerasan fisik.
Di dalam sebuah film 3 Idiots karya Rajkumar Hirani, dalam film tersebut terdapat sebuah potongan film dimana sang mahasiswa mengatakan kepada sang rektor kasus gantung diri yang dilakukan oleh temannya masuk kedalam ruang lingkup pembunuhan karena jika ditelisik alasan sang anak bunuh diri adalah tekanan yang tidak diukur dari sang pengajar dan tidak diberikannya apresiasi terhadap karya yang telah dibuat. Sosok orang tua yang sangat disayangi oleh sang anak diberikan kabar yang tidak sesuai dengan kenyataan oleh sang guru. Tekanan yang begitu besar tersebut tidak mampu untuk dilewati dan korban tidak mampu menemukan solusi atas masalah tersebut menjadikan hawa jahat menyelimuti dan memaksa untuk melakukan tindakan gantung diri karena tekanan yang begitu besar.
Cerita diatas hanyalah salah satu contoh kisah yang terjadi di dalam film. Di dunia kenyataan khususnya yang penulis alami terdapat banyak sekali kasus serupa namun memiliki penyelesaian yang berbeda pula. Tidak jarang kisah berakhir tragis dengan menghilangnya korban, berubahnya sikap, terselimutinya perasaan ketakutan yang begitu dalam sehingga membuat korban tidak mau melakukan kontak terhadap lingkungannya.
Lalu muncul pertanyaan siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap hal ini? Apakah orang tua, apakah guru pendidik, pemerintah atau siapa?. Salah satu sosok yang cocok untuk melaksanakan tugas tersebut adalah sosok intelektual muda. Sosok-sosok intelektual muda mempunyai peran penting dalam hal ini. Dengan mengkampanyekan tentang stop bullying kepada masyarakat luas merupakan salah satu metode yang bisa digunakan. Selain itu penggunaan media social sebagai alat penyampai informasi mengenai hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk paling sederhana yang bisa dilakukan. Banyak hal sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi fenomena-fenomena tersebut. Yang jelas edukasi kepada pelaku-pelaku maupun calon pelaku bahkan siapapun itu merupakan hal yang terpenting. Namun, bukan berarti hanya kaum intelektual muda saja yang berpartisipasi namun juga seluruh elemen masyarakat juga perlu ikut andil dalam menyikapi hal ini.
 ()
Muhammad Muzakki

Komentar